Rabu, 13 Mei 2015

Cara Pembuatan Zat Warna Indigo

Pembuatan Zat Warna Indigo
1. Larutkan 1 kg pasta indigo dalam ± 10 liter air..
2. Tambahkan 1 kg gula jawa cair .
3. Aduk secukupnya sampai tercampur semua.
4. Diamkan dan tutup rapat selama minim 24 jam.
5. Lihat bila cairan berwarna kuning kehijauan, berarti ZWA tersebut siap untuk digunakan.
PROSES MORDANTING
Beberapa zat warna akan cepat pudar warnanya tanpa proses mordanting.
Resep mordanting untuk 500 gram kain katun.
1. Kain direndam dalam larutan 2 gram/liter air dan TRO selama semalam.
2. Cuci bersih.
3. Rebus dalam air yang mengandung 100 gram tawas dalam soda abu (30 gram) selama 1 jam.
4. Keringkan dan siap di warna alam.
CARA PEWARNAAN DENGAN ZWA INDIGO
1. Kain yang sudah dibasahi dicelupkan pada zat pewarna bersuhu dingin,
2. Kemudian dijemur di tempat yang teduh dan dalam keadaaan setengah kering, celup berulang-ulang hingga sesuai ketuaan warna yang dikehendaki
3. Setelah kering , kain tersebut di fiksasi dengan (larutan air cuka + jeruk nipis).
4. Cuci bersih dan jemur di tempat sejuk dan tidak terpapar sinar matahari.
PEMBUATAN LARUTAN FIKSASI
Pada akhir proses pewarnaan alam, ikatan antara zat warna alam yang sudah terikat oleh serat masih perlu diperkuat lagi dengan garam logam seperti tawas (K (SO4)2), kapur (Ca (OH)2) dan tunjung (FeSO4). Selain memperkuat ikatan, garam logam juga berfungsi untuk mengubah arah warna ZWA, sesuai jenis garam logam yang mengikatnya.
Pada kebanyakan warna alam, tawas akan memberikan arah warna yang sesuai dengan warna aslinya, sedangkan tunjung akan memberikan arah warna lebih gelap/tua.
Pada pewarnaan dengan indigo, fiksasi yang digunakan ialah dengan larutan air cuka 0,5 ml/l dengan ditambahkan 1 buah jeruk nipis/ 20 l.

Indigofera Sp Uuntuk Ternak Kambing

25 Juni 2013 - Peternakan - Hijauan Pakan Ternak 
Penulis : Binsar Simatupang, SP, MP/Widyaiswara Muda BBPP Kupang
Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Kupang sebagai UPT Pelatihan Peternakan, merupakan sentra pengembangan SDM aparatur maupun non aparatur dibidang peternakan. Untuk menunjang tugas pokok tersebut, kesiapan sarana dan prasarana praktek haruslah menjadi prioritas guna mendukung proses belajar dan mengajar baik secara klasikal maupun praktek kerja di lapangan. 
Untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia diperlukan hijauan pakan ternak yang berkualitas. Hijauan pakan ternak dikelompokkan dalam 3 (tiga) bagian besar yaitu jenis rumput unggul, rumput gembala dan hijauan leguminosa.
Indigofera Sp adalah hijauan pakan jenis leguminosa pohon yang memiliki kualitas nutrisi yang tinggi dan tahan terhadap kekeringan,sehingga dapat menjadi sumber pakan pada musim kemarau. Jenis rumput ini sangat cocok untuk dikembangkan di propinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki curah hujan yang sangat rendah yaitu 3 (tiga) bulan basah, selebihnya adalah musim kering.

A. DESKRIPSI TANAMAN
Indigofera Sp merupakan tanaman dari kelompok kacangan (family : Fabaceae) dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar di Benua Afrika, Asia dan Amerika Utara. Sekitar tahun 1900 Indigofera sp dibawa ke Indonesia, oleh kolonial Eropa serta terus berkembang secara luas (Tjelele 2006). Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan nitrogen, fosfor dan kalsium. Indigofera Sp mengandung pigmen indigo, yang sangat penting untuk pertanian komersial pada daerah tropic dan sub tropic, selanjutnya dapat digunakan sebagai hijauan pakan ternak dan suplemen kualitas tinggi untuk ternak ruminansia (Haude, 1997).

Indigofera sp. sangat baik dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak dan mengandung protein kasar 27,9%, serat kasar 15,25%, kalsium 0,22% dan fosfor 0,18%. Legum Indigofera Sp. memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al., 2007). Dengan kandungan protein yang tinggi (26% - 31%) disertai kandungan serat yang relatif rendah dan tingkat kecernaan yang tinggi (77%) tanaman ini sangat baik sebagai sumber hijauan baik sebagai pakan dasar maupun sebagai pakan suplemen sumber protein dan energi, terlebih untuk ternak dalam status produksi tinggi (laktasi).
Karena toleran terhadap kekeringan, maka Indigofera Sp. dapat dikembangkan di wilayah dengan iklim kering untuk mengatasi terbatasnya ketersediaan hijauan terutama selama musim kemarau. Keunggulan lain tanaman ini adalah kandungan tanninnya sangat rendah berkisar antara 0,6 – 1,4 ppm (jauh di bawah taraf yang dapat menimbulkan sifat anti nutrisi). Rendahnya kandungan tannin ini juga berdampak positif terhadap palatabilitasnya (disukai ternak).

B. KLASIFIKASI BOTANI
Klasifikasi botani Indigofera Sp adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Bangsa : Indigofereae
Genus : Indigofera Sp

C. KARAKTERISTIK MORFOLOGI
Ciri-ciri Indigofera Sp adalah daunnya berseling, biasanya bersirip ganjil, kadang-kadang beranak daun tiga atau tunggal. Bunganya tersusun dalam suatu tandan di ketiak daun, daun kelopaknya berbentuk genta bergerigi lima, daun mahkotanya berbentuk kupu-kupu. Secara umum tipe buahnya polong, berbentuk pita (pada beberapa jenis hampir bulat), lurus atau bengkok, berisi 1-20 biji yang kebanyakan bulat sampai jorong. Semainya dengan perkecambahan epigeal, keping bijinya tebal, cepat rontok, dan memiliki akar tunggang.
Karakteristik Morfologi dan Produksi Indigofera Sp :Parameter Umur Tanaman (7 Bulan)
Bentuk daun Lonjong memanjang
Warna daun Hijau
Panjang Daun6,93 cm
Lebar daun 2,49 cm
Tinggi Tanaman 388 cm
Rataan Produksi/pohon (segar) 2,595 kg
Rataan produksi daun/pohon 697,75 gr (34,43%)
Rataan produksi batang/pohon 1627,25 gr (63,57%)
Produksi (segar) 52 ton/ha

D. EKOLOGI TANAMAN
Jenis-jenis Indigofera dapat tumbuh dari 0 meter sampai 1.650 m diatas permukaan laut, dan tumbuh subur di tanah gembur yang kaya akan bahan organik. Sebagai tanaman penghasil pewarna, indigofera ditanam di dataran tinggi dan sebagai tanaman sekunder ditanah sawah. Lahan sebaiknya berdainase cukup baik.
Jika digunakan sebagai tanaman penutup tanah, Indigofera arrecta hanya dapat ditanam di kebun dengan sedikit naungan atau tanpa naungan. Jenis ini menyenangi iklim yang panas dan lembab dengan curah hujan tidak kurang dari 1.750 mm/tahun. Tanaman ini mampu bertahan terhadap pengenangan selama 2 bulan.
Dalam keadaan tumbuh secara alami atau miliar, jenis-jenis tarum dijumpai di tempat-tempat terbuka dengan sinar matahari penuh, misalnya lahan-lahan telantar, pinggir jalan, pinggir sungai, dan padang rumput, kadang-kadang sampai ketinggian 2.000 meter diatas permukaan laut.

E. BUDIDAYA TANAMAN
1. Perbanyakan tanaman secara generatif
Sistem perbanyakan tanaman Indigofera Sp adalah biji dari tanaman yang sudah tua berumur sekitar 12 bulan dan belum pernah dipanen sama sekali. Buah yang diambil dijemur hingga kering dan diremas untuk dipisahkan dengan bijinya, setelah itu biji yang diambil dijemur selama 2 hari. Untuk menghindari kelembaban maka biji yang sudah dikeringkan tadi dikering anginkan selama 24 jam, untuk selanjutnya siap disimpan dalam bentuk kemasan yang rapat dan dapat dibuka kembali saat hendak disemai.
2. Perbanyakan tanaman secara vegetatif
Perbanyakan tanaman secara vegetative adalah cabang-cabang yang paling baik pertumbuhannya, terutama pada lahan yang sudah menghasilkan/produksi. Pemotongan perlu dilakukan dengan pisau yang tajam dan untuk menghindari memar/sobek, maka pada waktu pemotongan menjadi bahan tanaman/stek yang panjangnya + 30 cm. 
Bahan yang akan dipotong dengan tangan, stek –stek tersebut tidak segera ditanam tetapi diikat dibiarkan selama 1 sampai 3 hari tempat yang teduh/dingin dengan ujung stek diletakkan diatas. Setelah permukaan potongan kering barulah stek dapat ditanam di lapangan.
3. Persiapan lahan
a. Penggemburan tanah
b. Dapat dilakukan dengan luku garu atau pencangkulan
c. Pemupukan dasar, pupuk yang digunakan adalah pupuk organik padat 10 kg / Ha, Soil treatment 250kg /Ha, dan pupuk makro 200 kg/ Ha berupa Urea, ZA, TSP, KCl , Dolomit, dengan perbandingan 3 : 4 : 1 : 3 : 3.
4. Penanaman.
a. Pengaturan jarak tanam (jarak yang digunakan adalah 75 cm jarak antar barisan, dan 50 cm jarak dalam barisan).
b. Bahan tanam yang berasal dari generatif disemaikan lebih dahulu dalam persemaian pendahuluan sampai berumur 4 – 6 minggu dapat dipindah tanam ke lapangan.
c. Bahan tanam berasal dari vegetatif/stek setelah berumur.
5. Pemeliharaan
Dalam pemeliharaan tidak jauh beda dengan tanaman lain pada umumnya, yaitu :
a. Penyiangan sebelum pemupukan dilakukan.
b. Pemupukan susulan :
- Susulan I : berumur 3 bst dengan dosis 100 kg / Ha
- Susulan II : berumur 8 bst dengan dosis 80 kg / Ha
- Susulan III : berumur 12 bst dengan dosis 80 kg / Ha
- Adapun pupuk yang digunakan adalah pupuk urea, ZA, TSP, KCl, dengan perbandingan 3 : 4 : 1 : 3 . Pupuk organik diberikan dengan dosis 20 kg/Ha untuk 5 kali pupuk susulan.
6. Pemanenan
Tanaman Indigofera Sp siap dipanen saat berumur 240 hst untuk satu kali pemanenan, selanjutnya dapat dipanen kembali dengan selisih waktu 90 hari dari saat pemanenan pertama. Pemanenan dilakukan dengan cara membabat tanaman dari batang sampai daun dan disisakan batang bawah untuk pertumbuhan tunas berikutnya. Umur tanaman indigofera dapat mencapai 3 tahun.
Penggunaan Indigofera Sp :
a. Umur potong pertama 8 bulan
b. Interval pemotongan 60 – 90 hari
c. Tinggi pemotongan 1.0 – 1.5 m dari permukaan tanah.

F. KANDUNGAN NUTRISI
Daun Indigofera Sp mengandung : N 4,46 %; P2O5 0,02 %; K2O 1,95 %; CaO 4,48 % dan Indigofera tinctoria : N 5,11 %;, P2O5 0.78 %; K2O 1,67 %; CaO 5,35 % ( menurut bobot keringnya).
Komposisi nutrisi Indigofera Sp :Nutrisi Komposisi
Bahan Kering 21,97 %
Abu 6,41 %
Protein Kasar 24,17 %
NDF 54,24 %
ADF 44,69 %
Energi Kasar 4,038 Kkal/kg

Kecernaan Indigofera SpUraian Capaian 
Bahan Kering 59,98%
Bahan Organik61,62%

Konsumsi dan Efisiensi penggunaan pakan Indigofera SpUraian Capaian 
Konsumsi Bahan Segar 1,0 – 2,0 /ekor/hari
Efisiensi Penggunaan Pakan 0,104 – 0,115

DAFTAR PUSTAKA
Tarigan Andi, 2009. Produktivitas dan Pemanfaatan Indigofera sp Sebagai Pakan Ternak Kambing Pada Interval dan Intensitas Pemotongan Yang Berbeda.
Anggrodi R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia.
Heyne K, Tumbuhan Berguna Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan RI Jakarta 1987.
Sri Setijati Harjadi, Pengantar Agronomi. PT. Gramedia Jakarta, 1987
http://www.bbppkupang.info

Sejarah Pertanian di Jawa Awal Abad 19

Kondisi Tanah
Kondisi tanah di Jawa membutuhkan sedikit perawatan, tanahnya bisa menghasilkan berbagai tanaman dan buah-buahan yang berlimpah dan seharusnya bisa mencukupi kebutuhan semua penduduk.
Di bawah sinar matahari tropis, di sini tumbuh semua buah-buahan tropis. Sementara itu, di daerah pegunungan dan beberapa distrik yang terletak di dataran lebih tinggi, mempunyai semua keuntungan daerah yang beriklim sedang. Disini pohon bambu, kelapa, tebu, kapas dan tanaman kopi, tumbuh dalam jumlah banyak dan berkualitas tinggi. Padi sebagai makanan pokok utama, tumbuh memenuhi lereng pegunungan dan dataran rendah serta menghasilkan panen sebesar 30-50 kali lipat. Jagung atau gandum, dan beberapa tanaman khas eropa, bisa ditanam di dataran tinggi dan daerah pedalaman. Tanahnya sangat subur sehingga setelah menghasilkan 2-3 kali panen dalam setahun, tidak perlu ada pergantian tanaman. Para petani biasanya membuat beberapa saluran untuk mengairi sawahnya, dengan mengambil dari sumber air yang melimpah, terutama dari sungai. Setelah diairi dan tersinari matahari serta telah melewati musim hujan, maka musim panen pun tiba.


Sebagian besar tanahnya, sekitar 7/8 masih terlantar, dan jarang penduduknya. Seluruh pulau hanya ditunjang dengan hasil 1/8 dari tanahnya saja. Apabila seluruh tanah yang ada dimanfaatkan, bisa dipastikan tidak ada wilayah di dunia ini yang bisa menandingi kuantitas, kualitas dan variasi tanaman yang dihasilkan pulau ini. Jenis pertaniannya berbeda, tergantung kondisi alam dan ketinggian tanah serta fasilitas pengairan yang ada. Lahan pertanian terbaik ada di lembah-lembah dataran tinggi atau di lereng pegunungan, dan di dataran kaki pegunungan. Hal ini karena tanahnya sering mendapat tambahan tanah baru dari bukit yang tersapu hujan. Lahan terburuk yang disebut kendang ada di sekitar perbukitan rendah, yang tersebar di beberapa wilayah, terutama di distrik selatan, tapi tidak sama sekali tandus, karena jika terdapat cukup pengairan, tanahnya bisa menghasilkan beberapa tanaman.
Kondisi Petani
Beras adalah makanan pokok bagi semua kalangan di Jawa, dan merupakan tanaman yang paling banyak dipelihara. Setiap harinya petani dapat memperoleh sekitar 4-5 kati; satu kati sama dengan satu seperempat liter, jumlah yang cukup untuk makan orang dewasa.
Kerbau
Kerbau dan Sapi biasa digunakan untuk membajak sawah. Kerbau di sini lebih kecil dari kerbau Sumatera atau Semenanjung Malaya, tetapi lebih besar dari kerbau Bengali atau kerbau dari pulau-pulau di timur laut Jawa. Binatang ini sangat kuat dan tahan bekerja berjam-jam, tetapi tidak kuat terhadap sengatan matahari. Kulitnya hitam atau putih; yang hitam biasanya lebih kuat. Orang Sunda menyebut kerbau dengan nama munding, sedangkan di Jawa disebut maisa atau kebo.
Sapi
Sapi di Jawa berasal dari keturunan sapi India. Ada dua jenis sapi yang biasa dijumpai, yaitu sapi Jawa yang merupakan keturunan campuran, dan sapi bengali atau surat, yang mempunyai ciri punuk di bahu dan terkenal dengan keaslian keturunannya. Sapi yang telah dikebiri digunakan sebagai pengangkut beban atau sebagai tunggangan. Sapi biasa dipelihara sebagai ternak, dan penting untuk petani miskin, tetapi untuk pekerjaan di sawah dan lahan pertanian lain, biasanya menggunakan kekuatan tenaga kerbau. Di kawasan timur laut Pasuruan, lahan pertanian dibajak oleh tenaga kerbau dan sapi. Jenis lain yang liar adalah banteng, yang bisa ditemukan di hutan di Bali dan beberapa daerah lain. Perubahan yang tampak nyata pada hewan jantan yang telah dikebiri, yaitu warnanya berubah menjadi kemerahan.
Sapi-sapi Jawa, sama seperti sapi di seluruh kepulauan ini, tidak sebagus jenis aslinya, karena setelah dijinakkan harganya menjadi murah, dan mereka juga tidak menghasilkan susu seperti sapi ternak di negara lain. Namun, kerbau penarik beban tidak mengalami hal yang demikian. Di distrik Jawa Timur dan Jawa Tengah, kerbau merupakan hewan yang kuat dan aktif serta sangat berguna. Sapi ternak yang jelek akan dibawa ke hutan untuk dikawinkan dengan banteng liar, agar menghasilkan keturunan yang lebih baik. Sepasang sapi cukup kuat untuk menarik bajak dan penggaru di sawah. Mungkin dikarenakan udara yang leibh baik, atau makanan atau karena perawatannya yang lebih baik, maka baik sapi jantan maupun betina di Jawa lebih baik kondisinya dibandingkan di India.
Kerbau, dibandingkan hewan ternak lain, tampak lebih rentan terhadap wabah penyakit. Wabah tersebut biasa terjadi di seluruh pulau tanpa bisa dilacak penyebabnya, dan terulang lagi dalam periode 3, 4, atau 5 tahun, sehingga sangat merugikan petani. Penyakit ini tampaknya menular dan sangat berbahaya apabila mulai terjangkit. Sebutan untuk penyakit ini berbeda-beda di tiap daerah. Karena sapi tidak terserang penyakit ini, dan juga harganya lebih murah dibanding kerbau, maka sapi banyak disukai penduduk sebagai pengganti kerbau.
Cara Bertani
Apabila kita mengacu pada cara bertani orang Inggris, maka akan memerlukan banyak peralatan mahal dan rumit untuk keperluan itu, namun tidak demikian halnya di Jawa. Dalam proses produksi, mulai dari penanaman benih sampai tiba waktu penggilingan, hanya dibutuhkan sedikit usaha serta dikerjakan dengan proses dan cara yang sederhana ala petani Jawa. Petani disini tidak mengetahui kegunaan berbagai peralatan dan mata bajak seperti yang digunakan di Inggris, misalnya bajak pengayun, bajak dengan roda, bajak dua mata. Demikian pula halnya dengan metode pengolahan tanahnya, metode penyiangannya, penanamannya, serta cara membuat dan merawat berbagai peralatan. Bajak para petani Jawa bentuknya sangat sederhana, seperti alat penggaru, ada pula alat untuk membalik tanah, juga cangkul atau pachul yang menjadi alat penggali, serta arit yang berfungsi sebagai pisau pembabat, dan juga ani-ani untuk memotong padi. Semua itu adalah peralatan yang dibutuhkan para petani untuk mengolah sawah.
Bajak (waluku) yang digunakan untuk mengolah sawah yang telah diairi, terdiri dari tiga bagian, yaitu badan, balok dan pegangan. Biasanya terbuat dari kayu jati atau kayu lainnya yang kuat, sedangkan gandarannya hanya dari bambu. Meskipun bentuk dan daya tahannya sederhana, tetapi lebih kuat dari bajak di Bengali. Colebrooke menggambarkan perbedaan kedua bajak itu pada satu bagian di tengah bajak yang dipotong untuk membuang tanah ke tepi. Bagian ujung bajak dilapisi besi, tetapi di beberapa distrik, bagian itu justru dibuang. Ada bentuk lain yang lebih sederhana, yang digunakan untuk daerah kering dan pegunungan, yaitu brujul yang terdiri dari dua bagian. Kedua bajak itu sangat ringan sehingga seorang petani yang telah selesai bekerja bisa memangguli bajak di atas bahunya saat berjalan pulang. Untuk kebun-kebun kecil di sekitar desa digunakan bajak kecil atau luku china, yang ditarik seekor kerbau. Penggaru, yang berupa kayu pipih panjang dengan satu papan, dan terbuat dari kayu jati, kecuali untuk pegangan, balok dan gandaran, yang semuanya terbuat dari bambu. Ketika peralatan membajak digunakan, petani biasanya duduk di atasnya untuk memberi tekanan pada tanah yang digarapnya.
Pacul adalah alat cangkul yang agak besar, yang fungsinya di Jawa sama dengan sekop di Inggris, yaitu untuk pengolahan tanah pertanian setelah dibajak. Kepala atau ujungnya terbuat dari kayu yang dilapisi besi, dan pegangannya setinggi dua setengah kaki, berupa kayu yang ramping. Arit atau pisau pembabat, dan ani-ani untuk memotong butiran padi. Alat pemotong padi ini bentuknya khusus sehingga si pemotong akan memegang batang padi sedemikian rupa dan memotongnya dengan sisi ani-ani sekitar beberapa inchi dari batangnya. Proses ini akan diikuti oleh setiap pemotong yang sedang bekerja secara bersamaan. Menurut keterangan penduduk, upacara pemotongan ini berasal dari tradisi zaman dahulu yang disebut dengan upacara s’lamat, atau ucapan terima kasih atas panen yang berlimpah. Menurut kepercayaan apabila tradisi ini ditinggalkan mereka tidak akan bisa panen dengan baik.
Lahan padi dibajak, digaru dan ditanami serta diairi oleh para laki-laki, tetapi untuk menyiangi, memotong, dan mengangkut padi ke desa atau pasar sepenuhnya tanggung jawab perempuan (ketika tidak ada hewan ternak untuk mengangkut).
Musim
Selain dua musim tetap yang mengubah kondisi alam dan terjadi sepanjang tahun, ada beberapa musim yang lebih tidak teratur dan tidak bisa diantisipasi kedatangannya. Variasi musim ini bisa dihitung berdasarkan tanda-tanda alam atau perhitungan wuku, yang adan diterangkan di bagian lain. Untuk menjaga keselamatan desa dan memberi tahu petani mengenai waktu-waktu yang tepat untuk bercocok tanam merupakan tugas pemuka agama desa. Beberapa musim kecil ini, yang pertama terjadi setelah musim panen berakhir di bulan Agustus atau September selama 41 hari. Selama musim ini, daun-daun rontok dari pohonnya, tanaman banyak yang terganggu, dan para petani biasanya membakar rumput serta semak liar untuk mempersiapkan tegal atau gagas. Di musim kedua yang berlangsung selama 25 hari, tumbuh-tumbuhan mulai bersemi lagi. Musim ketiga yang berlangsung selam 24 hari, merupakan masa paling tepat untuk menanam ubi jalar, ubi dan tanaman lain sebagai tanaman pengganti. Bunga-bunga liar di hutan mulai bersemi, dan pada saat itu mulailah periode musim kering. Musim keempat juga berlangsung selama 24 hari. Pada musim ini banyak hewan liar melakukan perkawinan, kemudian angin kencang mulai sering terjadi, hujan mulai turun, dan permukaan sungai meluap. Musim kelima berlangsung selama 26 hari, bibit padi mulai dipersiapkan dan saluran irigasi mulai diperbaiki untuk digunakan pada masa bercocok tanam dimana memerlukan pengairan. Pada musim keenam yang berlangsung selama 41 hari, lahan mulai dibajak dan bibit padi mulai disebarkan di sawah. Musim ketujuh berlangsung selama 41 hari, dan selama musim ini pari mulai dipindahkan ke sawah, dan kembali diairi. Pada musim kedelapan yang terjadi selama 26, tanaman mulai tumbuh tinggi melebihi air dan mulai berkembang. Musim kesembilan berlangsung selama 25 hari, dan selama musim ini batang-batang padi mulai tumbuh. Musim kesepuluh juga berlangsung selama 25 hari, dimana padi mulai masak dan menguning. Di musim kesebelas, musim panen tiba selama 26 hari, dan di musim kedua belas yang berlangsung selama 41 hari, musim panen selesai, padi telah disimpan, dan musim kering pun dimulai, dimana siang hari sangat panas dan malam harinya paling dingin di tahun itu. Perhitungan yang akurat dari penduduk untuk memulai menanam jenis tanaman yang berbeda merupakan subjek yang sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Perhitungan musim tersebut tampaknya berpatokan pada masa tanam padi yang dipengaruhi musim hujan tahunan, tetapi banyak sawah yang tidak tergantung apada musim hujan karena adanya aliran sungai yang cukup besar sepanjang tahun. Sering dijumpai satu lahan yang mengalami dua musim bersamaan, pada satu saat ada yang sedang menanam bibit di lahan yang baru dibajak, dan pada saat lain banyak para pemotong padi sedang memanen padi yang masak.
Perbedaan Jenis Tanah
Tanah di Jawa terbagi dua, yakni yang bisa mengandalkan pengairan dari sungai dan yang tidak bisa. Tanah pertama disebut sawah, dan jenis kedua disebut tegal atau gaga. Padi hanya ditanam di sawah, yang juga terbagi menjadi dua yaitu sawah yang saluran irigasinya berasal dari mata air atau sungai yang disebut sawah yang ideal, dan sawah yang bergantung pada turunnya hujan atau pada saluran irigasi buatan dan dinamakan sawah tadahan. Sawah ideal merupakan sawah paling berharga, dan mengalami dua kali musim panen tahunan tanpa tergantung apada musim tertentu di tahun itu. Luasnya tidak lebih dari 40-60 kaki, dan air sungai dialirkan ke sawah melalui semacam selokan setinggi 1 kaki. Di lereng pegunungan sawah semacam ini dibuat bertingkat-tingkat untuk memudahkan pengairan, dimana air dari teras paling atas akan mengalir terus ke teras-teras di bawahnya. Tanah tegal biasa untuk menanam jenis tanaman yang tidak begitu penting, seperti padi gunung, jagung dan beberapa jenis lain.
Keunggulan sawah atau lahan basah dibanding tegal yang kering, adalah pada hasil produksinya. Produksi tanah tegal yang cocok untuk bertanam jagung, berbeda di tiap distrik. Di Cheribon, hasil tanah tegal menurut survey terakhir hanya sebanyak 2.511, sedangkan produksi sawah mencapai 16.000. Di Tegal perbandingan antar 891 : 11.445, di Surabaya perbandingannya sekitar 1.356 : 17.397, di Kedu dan Besuki perbandingannya hampir sama, yaitu antara 8.295 : 10.757 dan 6.369 : 7.862.
Keberhasilan panen, selain tergantung pengairan juga tergantung jenis tanahnya. Ada tiga jenis tanah yang terdapat di provinsi pedalaman, yaitu tanah ladu, tanah linchad, dan tanah pasir. Tanah ladu merupakan jenis terbaik, berupa tanah gembur yang subur dan sedikit campuran pasir, terletak di tepi sungai. Jenis kedua berupa tanah liat murni, terletak di dataran tengah. Jenis ketiga berkapur, terletak di distrik tepi pantai. Padas pereng merupakan tempat dimana tanah lumpur yang subur membentuk gundukan kecil di bukit, dan sebagai tempat menghilangnya aliran air. Tanah ladu akan terus menghasilkan panen baik. Tanah linchad hanya bisa panen satu kali dalam setahun, dan selama musim hujan, tanahnya akan mejadi lumpur kental, dimana padi mulai masak dan menguning, tetapi saat musim kering tanahnya akan pecah-pecah, sangat panas dan tidak bisa ditumbuhi tanaman apapun.
Selain padi yang merupakan tanaman utama di sawah, ada beberapa jenis tanaman yang juga ditanam di sawah sebagai panenan tambahan di tahun itu. Di antaranya beberapa jenis kacang, pohon kapas, terung, ketimun dan lain-lain. Tanaman tambahan ini masa matangnya sama dengan padi dan hanya bisa dipanen sekali setahun; hanya tumbuh di sawah yang sistem pengairannya baik dan tidak ada genangan air permanen. Jenis tanaman tambahan terpenting, yaitu gude, kacang penden, kacang china, kacang hijau, kedelai, jagung, jagung india, jagung chantel, jawawut, jali, wijen, jarak atau palma christi, terong, dan kentang jawa.
Tanah tegal yang terletak di dataran tinggi diolah dengan teknik penanaman tertentu dan hasilnya sama baiknya dengan panen di sawah. Bersamaan dengan ditanamnya bibit padi, juga ditanam pula bibit sayuran dengan waktu kematangan yang berbeda-beda, terutama setelah panen padi selesai. Pohon yang paling banyak ditanam adalah kapas. Di beberapa lahan banyak tumbuh pohon kapas tanpa perlu ditanam secara khusus. Selain itu, ada beberapa jenis sayuran dan pohon lain yang tumbuhnya tidak mengganggu padi. Tidak kurang dari 6-8 jenis sayuran bisa ditanam bersamaan di lahan padi yang sama.
1. Bercocok Tanam Padi
2. Jagung
3. Pohon Aren
4. Pohon Kelapa
5. Tanaman Penghasil Minyak
6. Tebu
7. Kopi
8. Lada
9. Nila
10. Kapas
11. Tembakau
12. Kentang dan Lain-lain
ternyata indigofera/nila/tom/tarum sudah ada di jawa sejak abad 19.
( keterangan nomor 9 )
Di Jawa nila disebut tom, sedangkan di Sunda disebut tarum, yang banyak terdapat di berbagai daerah di pulau ini. Nila yang ada di kebun milik penduduk biasanya lembek dan banyak mengandung air, tetapi yang dipelihara di kebun orang Eropa kualitasnya lebih baik.
Pohon Nila/Tom/Tarum/Indigofera arrecta Hochst. ex A. Rich
Varietas yang kurang baik dinamakan tom menir. Buahnya lebih kecil dan pohonnya lebih cepat berbuah, biasa ditanam setelah musim panen pertama di sawah. Pohonnya tumbuh setinggi 31/2 kaki, kemudian dipotong sebanyak 3-4 kali sampai musim panen padi kembali tiba. Namun, jenis yang superior biasa ditanam di tegal, di atas tanah yang subur dan tidak terganggu oleh tanaman lain,dengan ketinggian mencapai lebih dari 5 kaki, dan buahnya lebih lebat. Biasanya, tanaman ini ditanam di satu bidang tanah yang lebih tinggi di sawah, dan tanamannya bisa berganti-ganti di tiap distrik. Tanaman yang tumbuhnya paling baik di daerah pegunungan ini kemudian dipindahkan ke dataran rendah untuk mencegah kerusakan tanah akibat ditanami pohon yang sama sepanjang tahun. Di provinsi Mataram, dimana tanaman nila ini paling banyak tumbuh, dijual di pasar dalam satu ikatan. Tapi di sekitar Semarang dan di distrik produksinya tidak banyak.
Iklim, tanah dan sistem pertanian yang ada tampaknya mendukung suburnya tanaman ini. Dibawah pengelolaan pabrik yang berkualitas, bahan pewarna yang dihasilkan bisa menjadi salah satu produk ekspor andalan di Eropa. Periode istirahat dan pembersihan lahan yang dikenal dalam pertanian dan pabrik di Bengali tidak dikenal di Jawa, yang tampaknya dapat memproduksi jenis tanaman ini sepanjang tahun. Hanya pada waktu-waktu khusus yang baik untuk memanennya. Tanahnya memiliki kualitas yang baik dan tersedia sumber air yang mencukupi, tidak seperti di tempat lain.
Bahan pewarna (biru nila) disiapkan penduduk dalam bentuk cairan, dengan cara memeras daunnya bersama dengan sejumlah jeruk nipis, dan hasilnya akan menjadi bahan pewarna utama di negeri ini. Selain untuk konsumsi dalam negeri, juga diekspor ke beberapa negara tetangga.

Tanaman Nila (Indigofera L)

Tanaman Nila (Indigofera L) adalah salah satu jenis tanaman yang termasuk binaan Perkebunan dari kelompok tanaman semusim. Berikut disajikan profil dari tanaman tersebut.
I. PENDAHULUAN
A. Asal usul dan penyebaran geografis
Marga Indigofera (tanaman nila) yang besar (kira-kira 700 jenis) tersebar di seluruh wilayah tropika dan subtropika di Asia, Afrika dan Amerika sebagian besar jenisnya tumbuh di Afrika dan Himalaya bagian selatan. Kira-kira 40 jenis asli Asia Tengara, dan banyak jenis lainnya telah diintroduksikan ke wilayah ini. Banyak jenisnya yang telah dibudidayakan di seluruh wilayah tropika. Indigofera arrecta adalah tumbuhan asli Afrika Timur dan Afrika bagian selatan, serta telah diintroduksikan ke Laos, Vietnam, Filipina (Luzon), dan Indonesia (Sumatera, Jawa, Sumba, Flores). Kedua anak jenis dari Indigofera suffruticosa berasal dari Amerika tropika, dan di daerah-daerah tertentu di Jawa dibudidayakan. Indigofera tinctoria mungkin berasal dari Asia, tetapi kini tersebar di seluruh wilayah pantropik.


Di Nusantara bahan indigo disamping dari tanaman Marsdenia tinctoria R. BR, dari suku Asclepiadaceae, hanya dihasilkan dari daun berasal dari beberapajenis tanaman yang masuk marga indigofera. Mengenai pengolahan dan budidaya indigo kering yang terutama digunakan untuk pasaran Eropa, sedang mengenai Indigo basah yang terutama digunakan dari dua jenis bahan tersebut tidak begitu banyak harapan.
B. Manfaat dan kegunaan
Indigofera) dimanfaatkan secara luas sebagai sumber pewarna biru, tarum, di seluruh wilayah tropika. Jenis-jenis ini juga dianjurkan untuk ditanam sebagai tanaman penutup tanah dan sebagai pupuk hijau, khususnya di perkebunan-perkebunan teh, kopi, karet. Daun Indigofera arrecta dan Indigofera tinctoria digunakan dalam pengobatan tradisional untuk menyembuhkan penyakit ayan dan gangguan syaraf, juga untuk luka dan borok.
C. Kandungan kimia
Daun Indigofera arrecta mengandung : N 4,46 %; P2O5 0,02 %; K2O 1,95 %; CaO 4,48 % dan Indigofera tinctoria : N 5,11 %;, P2O5 0.78 %; K2O 1,67 %; CaO 5,35 % ( menurut bobot keringnya)
D. Sifat Kimia
Tanaman Indigofera mengandung glukosida indikan. Setelah tanaman ini direndam di dalam air, proses hidrolisis oleh enzim akan mengubah indikan menjadi indisil (tarum-putih) dan glukosa. Indoksil dapat di oksidasi menjadi tarum – biru.
Banyak jenisnya yang mengandung senyawa –senyawa organik nitro yang beracun. Walaupun demikian, disebutkan bahwa Indigofera tinctoria dapat dimakan ternak.
II. SISTEMATIKA
Botani
Klasifikasi
Divisi Spermatophyta
Sub divisi Angiospermae
Kelas Dicotyledonae
Bangsa Rosales
Suku Leguminosae
Marga Indigofera
Jenis : Indigofera arrecta L.
Jenis-jenis utama dan sinonim :
Indigofera arrecta Hochst.ex A. Ric, Tent, F1 Abys, 1; 184 (1847)
Indigofera suffruticosa Miller ssp. Suffruticosa, Gard. Diet, ed .8, No. 2 (1768), sinonim : I. Anil L (1771);
- Indigofera suffruticosa Miller ssp. Guatemalensis (Mocino, Sesse & Cerv, ex Backer) de Kort & Thijase, Blumea 30 : 135 (1984), sinonim Indigofera guatemalensis Mocino, Sesse & Cerv.ex Backer (1908);
- Indigofera tinctoria L. Sp.pl.2 : 751 (1753), sinonim : Indigofera Sumatrana Gaertner (1971)
Nama umum dagang Nila
Nama daerah umum (Inggris) : indigo, Indonesia : tom, tarum. Malaysia : tarom Filipina : anil. Thaliland : kharam. Vietnam : cham.
- I. Arrecta Inggris : Natal –indigo, Bengal-indigo, Java-indigo, Indonesia : tom atal, tom tatemas (Jawa).
- I. Suffruticosa ssp. Suffrucosa : Indonesia : taem –taem, tagom-tagom, toma cantik. Filipina : tina-tinaan(Tagalog), tayum (Bisaya, Ilokano). Thailand : khraam-thuean (Shan- Chiang Mai), khraam yai (Ubon Rachathani)
- I. Suffrucosa ssp. Guatemalensis. Inggris : Guatemala indigo. Indonesia : tom presi.
- I. Tinctoria Inggris : common indigo, Indian indigo. Indonesia : tom jawa, tarum alus, tom kayu. Malaysia : nila, tarum. Filipina : tagung-tagung (Bisaya), taiom (Ilokano), taiung (pampango). Kamuchea : trom. Laos khaam. Thailand : khraam (umum), na-kho (Karen, Mae Hong Son). Vietnam : cham, cham Nhuom.
B. Deskripsi
Marga indigofera Mencakup perdu
Habitus Perdu kecil, dan terna,
Batang Berkayu di bagian pangkal batangnya, dengan percabangan yang tegak atau memancar, tertutup indumentum yang berupa bulu-bulu bercabang dua
Daun Daun-daunnya berseling, biasanya bersirip ganjil, kadang-kadang beranak daun tiga atau tunggal.
Bunga : Bunga-bunganya tersusun dalam suatu tandan di ketiak daun, bertangkai; daun kelopaknya berbentuk genta bergerigi lima; daun mahkotanya berbentuk kupu-kupu.
Buah : Umumnya bertipe polong , berbentuk pita (pada beberapa jenis hampir bulat), lurus atau bengkok, berisi 1 - 20 biji yang kebanyakan bulat sampai jorong. Semainya dengan perkecambahan epigeal, keping bijinya tebal, cepat rontok.
Akar : Tunggang.
Jenis Indigofera adalah :
- Indigofera arrecta : Berawakan perdu besar, tingginya mencapai 3 m, sering dibudidayakan sebagai tanaman setahun, dengan bunga panjangnya kira-kira 5 mm dan polongnya 2-2,5 cm, berisi 6-8 biji.
- Indigofera suffruticosa : berperawakan perdu, tingginya sampai 2,5 m, ssp dengan bunga panjang 5 mm dan polongnya yang bengkok berisi 6-8 biji.
- Indigofera suffruticosa : memiliki ukuran bunga yang lebih kecil (3 mm) dan ssp guatemalensis polong yang lurus, berisi 1-3 biji.
- Indigofera tinctoria : berperawakan perdu kecil (sampai 1 m tingginya) dengan bunga yang panjangnya 5 mm, polongnya lurus atau sedikit bengkok, berisi 7-12 biji.
III. TEKNIK BUDIDYA TANAMAN
Persyaratan tumbuh
Jenis-jenis Indigofera dapat tumbuh dari 0 meter sampai 1.650 m diatas permukaan laut, dan tumbuh subur di tanah gembur yang kaya akan bahan organik. Sebagai tanaman penghasil pewarna, indigofera ditanam di dataran tinggi dan sebagai tanaman sekunder ditanah sawah. Lahan sebaiknya berdainase cukup baik.
Jika digunakan sebagai tanaman penutup tanah, Indigofera arrecta hanya dapat ditanam di kebun dengan sedikit naungan atau tanpa naungan. Jenis ini menyenangi iklim yang panas dan lembab dengan curah hujan tidak kurang dari 1.750 mm/tahun. Tanaman ini mampu bertahan terhadap pengenangan selama 2 bulan.

Indigofera tinctoria tidak toleransi terhadap curah hujan tinggi dan penggenangan.
Dalam keadaan tumbuh secara alami atau miliar, jenis-jenis tarum dijumpai di tempat-tempat terbuka dengan sinar matahari penuh, misalnya lahan-lahan telantar, pinggir jalan, pinggir sungai, dan padang rumput, kadang-kadang sampai ketinggian 2.000 meter diatas permukaan laut.
Pada umumnya penduduk asli menam indigo pada umumnya di tanah tegalan, maupun di sawah, disawah diusahakan sebagai tanaman palawija setelah panen padi.
Perbanyakan tanaman
Perkembangan biakan tanaman indigofera adalah dengan biji, kecuali Indigofera suffruticosa yang dapt dibiakkan dengan setek. Untuk mencegah kerusakan oleh serangga, biji –biji dapat diberi perlakuan dengan abu dapur sebelum ditabur. Biji Indigofera arrecta memiliki kulit yang keras dan perlu dikikir.
Juga dapat diperbanyak dengan stek indigo yang digunakan adalah cabang-cabang yang paling baik pertumbuhannya, terutama pada lahan yang sudah menghasilkan/produksi. Pemotongan perlu dilakukan dengan pisau yang tajam dan untuk enghindari memar/sobek, maka pada waktu pemotongan menjadi bahan tanaman/stek yang panjangnya + 30 cm.
Bahan yang akan dipotong dengan tangan , stek –stek tersebut tidak segera ditanam tetapi diikat dibiarkan selama 1 sampai 3 hari tempat yang teduh/dingin dengan ujung stek diletakkan diatas. Setelah permukaan pepotongan kering barulah stek dapat ditanam di lapangan.
Penamanan
Setelah lahan/tegalan satu atau beberapa kali dibajak atau dicangkuli, maka ditanam indigo dengan jarak antara 60 cm dan dalam barisan 70 -90 cm, untuk lain-lain indigo 45 – 60 cm.Untuk mengalirkan air hujan pada tiap jarak 360 cm dibuat saluran drainase untuk pembuangan air. Jika penanaman dengan biji maka dapat langsung ditanam di lapangan, tiap lubang diisi 3 atau 4 butir biji, cara lain membuat pesemaian lebih dahulu. Perkecambahan di pesemaian memakan waktu 4 hari. Jika digunakan pesemaian , bibit dapat dipindahkan ke pertanaman pada umur 4 – 6 minggu.
Pemeliharaan
Setelah tanaman berumur 1 bulan dan kelihatan hijau segar maka dapat dilakukan penyulaman dan penyiangan, pada waktu yang sama barisan-barisan dibumbun. Satu bulan kemudian dilakukan penyiangan ke 2 kali dan tanah pada waktu tersebut dibuat gembur serta barisan dibumbunlagi sehingga terjadi guludan yang lebih tinggi. Pada akhir umur 4 bulan atau permulaan 5 bulan setelah terjadi tanaman menutup tanah, saatnya untuk dipotong. Pada umumnya, waktu ini jatuh bersamaan dengan pembungaan yang banyak. Sebagai tanaman penutup tanah batangnya dipotong pada jangka waktu yang teratur.
Pemberantasan hama dan penyakit:
Indigofera arrecta dapat diserang oleh Bacillus solanaceaarum. Di Jawa Indigofera tinctoria tidak rentan terhadap hama dan penyakit, tetapi setelah terjadi lignifikasi di wilayah yang lembab, jenis ini dapat terserang berbagai jenis jamur dan serangga, oleh nematoda Heterodera glycines.
Panen
Kalau daun indigofera yang warnanya sudah warna hijau tua merata mulai layu dan mulai menguning maka hasil indigofera menjadi kurang. Cara menentukan waktu panen memang sulit. Berdasarkan para pengusaha /petani yang berpengalaman menentukan waktu panen berdasarka >warna daun dan pada bau daun kalau diremas – remas dengan jari. Cabang-cabang pohon dipanen, biasanya pada pagi hari, ketika tanaman berumur 4-5 bulan dan telah membentuk tegakan yang rapat.
Saat itu biasanya merupakan stadium berbunga. Kira-kira 3-4 bulan kemudian tanaman dapat dipotong lagi.; tanaman tarum dapat dipanen 3 kali dalam setahun. Masa hidup tanaman sebagai penghasil pewarna adalah 2-3 tahun, dan sebagai penutup tanah 1,5-2 tahun. Tarum hanya dapat dipanen sekali jika ditanam disawah, sebab tanaman ini harus memberi ruang pada tanaman padi berikutnya.
V. PROSPEK, PRODUKSI DAN PERDAGANGAN DUNIA
A. Prospek pengembangan tanaman nila
Tarum pernah dinyatakan sebagai ’ raja pewarna ’. Tidak ada tanaman pewarna lain yang terjalin sangat erat dengan kebudayaan seperti halnya tanaman tarum. Warna biru tua dari pewarna ini sangat disukai, dan sejarahnya menakjubkan serta berlangsung ribuan tahun.
Walaupun demikian, penggunaan tarum yang berasal dari tumbuhan hampir habis dan hampir seluruhnya diambil alih oleh tarum sintetik.
Dalam tahun-tahun belakangan ini minat terhadap pewarna alami meningkat lagi di berbagai negara, tidak hanya karena kepedulian terhadap pencemaran lingkungan yang disebabkan yang disebabkan oleh industri-industri kimia penghasil pewrana dan adanya pengaruh berbahaya dari pewarna sintetik terhadap kesehatan, tetapi juga karena timbulnya kembalinya minat dalam kaitan antara pewarna dan kebudayaan. Diharapkan agar minat baru ini akan memperoleh landasan yang cukup cepat untuk melindungi tarum dari kepunahannya secara total sebagai tanaman budidaya tanaman di Asia Tenggara.
Produksi dan perdagangan dunia
Budidaya Indigofera secara besar-besaran dimulai dalam abad -16 di India dan Asia Tenggara. Kemudian, perkebunan –perkebunan besar juga dibangun di Amerika Tengah dan Amerika Serikat bagian selatan. Ekspor tarum ke Eropa sangat penting dan harus bersaing dengan pewarna dari ’woad’ (Isatis tinctoria L), yang dibudidayakan terutama Perancis, Jerman dan Inggris. Produksi tarum sintetik secara komersial yang dimulai digunakan pada tahun1897, terbukti membahayakan produksi tarum alami, dan menjelang tahun 1914 hanya 4 % dari keseluruh produksi dunia berasal dari pewarna nabati. Kini, tanaman tarum masih dibudidayakan untuk keperluan pewarna, tetapi hanya dalam skalakecil, yaitu di India ( di bagian utara Karnataka) dan di beberapa tempat di Afrika dan Amerika Tengah. Di Indonesia Indigofera masih dibudidayakan di beberapa desa pantai utara dan di seluruh wilayah Indonesia Timur, yang disana digunakan untuk mewarnai kain tradisional dan kain untuk keperluan upacara adat.
Sebagai bahan yang diusahakan di perkebunan besar terutama di Jakarta, daerah Yogyakarta dan Solo pada tahun 1920 diolah 202.071 kg indigo kering dan 288 kg indigo basah dari luas 3.102 bau (1.035,3 ha); pada tahun 1921 diolah 201.981 kg indigo kering dan 41.616 kg indigo basah dari luas tanah 3.793 bau (1.264 ha); pada tahun 1922 diolah 37.244 kg indigo kering dan 50.400 kg indigo basah dari luas tanah 1.726 bau ( 575 ha); pada tahun 1923 di perkebunan besar mendapatkan panen indigo 744 kg dengan luas tanah 285 bau (95 ha) dan tahun 1924 panen indigo 655 kg dengan luas tanah 285 bau (95 ha). Dapat dikemukakan bahwa persaingan antara bahan pewarna alamiah dan bahan pewarna buatan dimenangkan oleh indigo buatan tom werdi (Jawa). Bahan buatan ini telah demikian umum dipakai di kalangan perusahaan batik hingga sewaktu pada tahun 1914 pengiriman dihentikan, terjadi penghambatan pekerjaan perusahaan batik.
Berdasarkan surat dari 67 perusahaan batik yang menyatakan lebih senang menggunakan bahan indigo buatan dan tidak tahu menahu tentang bahan indigo alamiah. Sekiranya persediaan bahan indigo buatan cukup maka industri batik berdasarkan pertimbangan ekonomi tidak akan menggunakan bahan indigo buatan.