Rabu, 13 Mei 2015

Sejarah Pertanian di Jawa Awal Abad 19

Kondisi Tanah
Kondisi tanah di Jawa membutuhkan sedikit perawatan, tanahnya bisa menghasilkan berbagai tanaman dan buah-buahan yang berlimpah dan seharusnya bisa mencukupi kebutuhan semua penduduk.
Di bawah sinar matahari tropis, di sini tumbuh semua buah-buahan tropis. Sementara itu, di daerah pegunungan dan beberapa distrik yang terletak di dataran lebih tinggi, mempunyai semua keuntungan daerah yang beriklim sedang. Disini pohon bambu, kelapa, tebu, kapas dan tanaman kopi, tumbuh dalam jumlah banyak dan berkualitas tinggi. Padi sebagai makanan pokok utama, tumbuh memenuhi lereng pegunungan dan dataran rendah serta menghasilkan panen sebesar 30-50 kali lipat. Jagung atau gandum, dan beberapa tanaman khas eropa, bisa ditanam di dataran tinggi dan daerah pedalaman. Tanahnya sangat subur sehingga setelah menghasilkan 2-3 kali panen dalam setahun, tidak perlu ada pergantian tanaman. Para petani biasanya membuat beberapa saluran untuk mengairi sawahnya, dengan mengambil dari sumber air yang melimpah, terutama dari sungai. Setelah diairi dan tersinari matahari serta telah melewati musim hujan, maka musim panen pun tiba.


Sebagian besar tanahnya, sekitar 7/8 masih terlantar, dan jarang penduduknya. Seluruh pulau hanya ditunjang dengan hasil 1/8 dari tanahnya saja. Apabila seluruh tanah yang ada dimanfaatkan, bisa dipastikan tidak ada wilayah di dunia ini yang bisa menandingi kuantitas, kualitas dan variasi tanaman yang dihasilkan pulau ini. Jenis pertaniannya berbeda, tergantung kondisi alam dan ketinggian tanah serta fasilitas pengairan yang ada. Lahan pertanian terbaik ada di lembah-lembah dataran tinggi atau di lereng pegunungan, dan di dataran kaki pegunungan. Hal ini karena tanahnya sering mendapat tambahan tanah baru dari bukit yang tersapu hujan. Lahan terburuk yang disebut kendang ada di sekitar perbukitan rendah, yang tersebar di beberapa wilayah, terutama di distrik selatan, tapi tidak sama sekali tandus, karena jika terdapat cukup pengairan, tanahnya bisa menghasilkan beberapa tanaman.
Kondisi Petani
Beras adalah makanan pokok bagi semua kalangan di Jawa, dan merupakan tanaman yang paling banyak dipelihara. Setiap harinya petani dapat memperoleh sekitar 4-5 kati; satu kati sama dengan satu seperempat liter, jumlah yang cukup untuk makan orang dewasa.
Kerbau
Kerbau dan Sapi biasa digunakan untuk membajak sawah. Kerbau di sini lebih kecil dari kerbau Sumatera atau Semenanjung Malaya, tetapi lebih besar dari kerbau Bengali atau kerbau dari pulau-pulau di timur laut Jawa. Binatang ini sangat kuat dan tahan bekerja berjam-jam, tetapi tidak kuat terhadap sengatan matahari. Kulitnya hitam atau putih; yang hitam biasanya lebih kuat. Orang Sunda menyebut kerbau dengan nama munding, sedangkan di Jawa disebut maisa atau kebo.
Sapi
Sapi di Jawa berasal dari keturunan sapi India. Ada dua jenis sapi yang biasa dijumpai, yaitu sapi Jawa yang merupakan keturunan campuran, dan sapi bengali atau surat, yang mempunyai ciri punuk di bahu dan terkenal dengan keaslian keturunannya. Sapi yang telah dikebiri digunakan sebagai pengangkut beban atau sebagai tunggangan. Sapi biasa dipelihara sebagai ternak, dan penting untuk petani miskin, tetapi untuk pekerjaan di sawah dan lahan pertanian lain, biasanya menggunakan kekuatan tenaga kerbau. Di kawasan timur laut Pasuruan, lahan pertanian dibajak oleh tenaga kerbau dan sapi. Jenis lain yang liar adalah banteng, yang bisa ditemukan di hutan di Bali dan beberapa daerah lain. Perubahan yang tampak nyata pada hewan jantan yang telah dikebiri, yaitu warnanya berubah menjadi kemerahan.
Sapi-sapi Jawa, sama seperti sapi di seluruh kepulauan ini, tidak sebagus jenis aslinya, karena setelah dijinakkan harganya menjadi murah, dan mereka juga tidak menghasilkan susu seperti sapi ternak di negara lain. Namun, kerbau penarik beban tidak mengalami hal yang demikian. Di distrik Jawa Timur dan Jawa Tengah, kerbau merupakan hewan yang kuat dan aktif serta sangat berguna. Sapi ternak yang jelek akan dibawa ke hutan untuk dikawinkan dengan banteng liar, agar menghasilkan keturunan yang lebih baik. Sepasang sapi cukup kuat untuk menarik bajak dan penggaru di sawah. Mungkin dikarenakan udara yang leibh baik, atau makanan atau karena perawatannya yang lebih baik, maka baik sapi jantan maupun betina di Jawa lebih baik kondisinya dibandingkan di India.
Kerbau, dibandingkan hewan ternak lain, tampak lebih rentan terhadap wabah penyakit. Wabah tersebut biasa terjadi di seluruh pulau tanpa bisa dilacak penyebabnya, dan terulang lagi dalam periode 3, 4, atau 5 tahun, sehingga sangat merugikan petani. Penyakit ini tampaknya menular dan sangat berbahaya apabila mulai terjangkit. Sebutan untuk penyakit ini berbeda-beda di tiap daerah. Karena sapi tidak terserang penyakit ini, dan juga harganya lebih murah dibanding kerbau, maka sapi banyak disukai penduduk sebagai pengganti kerbau.
Cara Bertani
Apabila kita mengacu pada cara bertani orang Inggris, maka akan memerlukan banyak peralatan mahal dan rumit untuk keperluan itu, namun tidak demikian halnya di Jawa. Dalam proses produksi, mulai dari penanaman benih sampai tiba waktu penggilingan, hanya dibutuhkan sedikit usaha serta dikerjakan dengan proses dan cara yang sederhana ala petani Jawa. Petani disini tidak mengetahui kegunaan berbagai peralatan dan mata bajak seperti yang digunakan di Inggris, misalnya bajak pengayun, bajak dengan roda, bajak dua mata. Demikian pula halnya dengan metode pengolahan tanahnya, metode penyiangannya, penanamannya, serta cara membuat dan merawat berbagai peralatan. Bajak para petani Jawa bentuknya sangat sederhana, seperti alat penggaru, ada pula alat untuk membalik tanah, juga cangkul atau pachul yang menjadi alat penggali, serta arit yang berfungsi sebagai pisau pembabat, dan juga ani-ani untuk memotong padi. Semua itu adalah peralatan yang dibutuhkan para petani untuk mengolah sawah.
Bajak (waluku) yang digunakan untuk mengolah sawah yang telah diairi, terdiri dari tiga bagian, yaitu badan, balok dan pegangan. Biasanya terbuat dari kayu jati atau kayu lainnya yang kuat, sedangkan gandarannya hanya dari bambu. Meskipun bentuk dan daya tahannya sederhana, tetapi lebih kuat dari bajak di Bengali. Colebrooke menggambarkan perbedaan kedua bajak itu pada satu bagian di tengah bajak yang dipotong untuk membuang tanah ke tepi. Bagian ujung bajak dilapisi besi, tetapi di beberapa distrik, bagian itu justru dibuang. Ada bentuk lain yang lebih sederhana, yang digunakan untuk daerah kering dan pegunungan, yaitu brujul yang terdiri dari dua bagian. Kedua bajak itu sangat ringan sehingga seorang petani yang telah selesai bekerja bisa memangguli bajak di atas bahunya saat berjalan pulang. Untuk kebun-kebun kecil di sekitar desa digunakan bajak kecil atau luku china, yang ditarik seekor kerbau. Penggaru, yang berupa kayu pipih panjang dengan satu papan, dan terbuat dari kayu jati, kecuali untuk pegangan, balok dan gandaran, yang semuanya terbuat dari bambu. Ketika peralatan membajak digunakan, petani biasanya duduk di atasnya untuk memberi tekanan pada tanah yang digarapnya.
Pacul adalah alat cangkul yang agak besar, yang fungsinya di Jawa sama dengan sekop di Inggris, yaitu untuk pengolahan tanah pertanian setelah dibajak. Kepala atau ujungnya terbuat dari kayu yang dilapisi besi, dan pegangannya setinggi dua setengah kaki, berupa kayu yang ramping. Arit atau pisau pembabat, dan ani-ani untuk memotong butiran padi. Alat pemotong padi ini bentuknya khusus sehingga si pemotong akan memegang batang padi sedemikian rupa dan memotongnya dengan sisi ani-ani sekitar beberapa inchi dari batangnya. Proses ini akan diikuti oleh setiap pemotong yang sedang bekerja secara bersamaan. Menurut keterangan penduduk, upacara pemotongan ini berasal dari tradisi zaman dahulu yang disebut dengan upacara s’lamat, atau ucapan terima kasih atas panen yang berlimpah. Menurut kepercayaan apabila tradisi ini ditinggalkan mereka tidak akan bisa panen dengan baik.
Lahan padi dibajak, digaru dan ditanami serta diairi oleh para laki-laki, tetapi untuk menyiangi, memotong, dan mengangkut padi ke desa atau pasar sepenuhnya tanggung jawab perempuan (ketika tidak ada hewan ternak untuk mengangkut).
Musim
Selain dua musim tetap yang mengubah kondisi alam dan terjadi sepanjang tahun, ada beberapa musim yang lebih tidak teratur dan tidak bisa diantisipasi kedatangannya. Variasi musim ini bisa dihitung berdasarkan tanda-tanda alam atau perhitungan wuku, yang adan diterangkan di bagian lain. Untuk menjaga keselamatan desa dan memberi tahu petani mengenai waktu-waktu yang tepat untuk bercocok tanam merupakan tugas pemuka agama desa. Beberapa musim kecil ini, yang pertama terjadi setelah musim panen berakhir di bulan Agustus atau September selama 41 hari. Selama musim ini, daun-daun rontok dari pohonnya, tanaman banyak yang terganggu, dan para petani biasanya membakar rumput serta semak liar untuk mempersiapkan tegal atau gagas. Di musim kedua yang berlangsung selama 25 hari, tumbuh-tumbuhan mulai bersemi lagi. Musim ketiga yang berlangsung selam 24 hari, merupakan masa paling tepat untuk menanam ubi jalar, ubi dan tanaman lain sebagai tanaman pengganti. Bunga-bunga liar di hutan mulai bersemi, dan pada saat itu mulailah periode musim kering. Musim keempat juga berlangsung selama 24 hari. Pada musim ini banyak hewan liar melakukan perkawinan, kemudian angin kencang mulai sering terjadi, hujan mulai turun, dan permukaan sungai meluap. Musim kelima berlangsung selama 26 hari, bibit padi mulai dipersiapkan dan saluran irigasi mulai diperbaiki untuk digunakan pada masa bercocok tanam dimana memerlukan pengairan. Pada musim keenam yang berlangsung selama 41 hari, lahan mulai dibajak dan bibit padi mulai disebarkan di sawah. Musim ketujuh berlangsung selama 41 hari, dan selama musim ini pari mulai dipindahkan ke sawah, dan kembali diairi. Pada musim kedelapan yang terjadi selama 26, tanaman mulai tumbuh tinggi melebihi air dan mulai berkembang. Musim kesembilan berlangsung selama 25 hari, dan selama musim ini batang-batang padi mulai tumbuh. Musim kesepuluh juga berlangsung selama 25 hari, dimana padi mulai masak dan menguning. Di musim kesebelas, musim panen tiba selama 26 hari, dan di musim kedua belas yang berlangsung selama 41 hari, musim panen selesai, padi telah disimpan, dan musim kering pun dimulai, dimana siang hari sangat panas dan malam harinya paling dingin di tahun itu. Perhitungan yang akurat dari penduduk untuk memulai menanam jenis tanaman yang berbeda merupakan subjek yang sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Perhitungan musim tersebut tampaknya berpatokan pada masa tanam padi yang dipengaruhi musim hujan tahunan, tetapi banyak sawah yang tidak tergantung apada musim hujan karena adanya aliran sungai yang cukup besar sepanjang tahun. Sering dijumpai satu lahan yang mengalami dua musim bersamaan, pada satu saat ada yang sedang menanam bibit di lahan yang baru dibajak, dan pada saat lain banyak para pemotong padi sedang memanen padi yang masak.
Perbedaan Jenis Tanah
Tanah di Jawa terbagi dua, yakni yang bisa mengandalkan pengairan dari sungai dan yang tidak bisa. Tanah pertama disebut sawah, dan jenis kedua disebut tegal atau gaga. Padi hanya ditanam di sawah, yang juga terbagi menjadi dua yaitu sawah yang saluran irigasinya berasal dari mata air atau sungai yang disebut sawah yang ideal, dan sawah yang bergantung pada turunnya hujan atau pada saluran irigasi buatan dan dinamakan sawah tadahan. Sawah ideal merupakan sawah paling berharga, dan mengalami dua kali musim panen tahunan tanpa tergantung apada musim tertentu di tahun itu. Luasnya tidak lebih dari 40-60 kaki, dan air sungai dialirkan ke sawah melalui semacam selokan setinggi 1 kaki. Di lereng pegunungan sawah semacam ini dibuat bertingkat-tingkat untuk memudahkan pengairan, dimana air dari teras paling atas akan mengalir terus ke teras-teras di bawahnya. Tanah tegal biasa untuk menanam jenis tanaman yang tidak begitu penting, seperti padi gunung, jagung dan beberapa jenis lain.
Keunggulan sawah atau lahan basah dibanding tegal yang kering, adalah pada hasil produksinya. Produksi tanah tegal yang cocok untuk bertanam jagung, berbeda di tiap distrik. Di Cheribon, hasil tanah tegal menurut survey terakhir hanya sebanyak 2.511, sedangkan produksi sawah mencapai 16.000. Di Tegal perbandingan antar 891 : 11.445, di Surabaya perbandingannya sekitar 1.356 : 17.397, di Kedu dan Besuki perbandingannya hampir sama, yaitu antara 8.295 : 10.757 dan 6.369 : 7.862.
Keberhasilan panen, selain tergantung pengairan juga tergantung jenis tanahnya. Ada tiga jenis tanah yang terdapat di provinsi pedalaman, yaitu tanah ladu, tanah linchad, dan tanah pasir. Tanah ladu merupakan jenis terbaik, berupa tanah gembur yang subur dan sedikit campuran pasir, terletak di tepi sungai. Jenis kedua berupa tanah liat murni, terletak di dataran tengah. Jenis ketiga berkapur, terletak di distrik tepi pantai. Padas pereng merupakan tempat dimana tanah lumpur yang subur membentuk gundukan kecil di bukit, dan sebagai tempat menghilangnya aliran air. Tanah ladu akan terus menghasilkan panen baik. Tanah linchad hanya bisa panen satu kali dalam setahun, dan selama musim hujan, tanahnya akan mejadi lumpur kental, dimana padi mulai masak dan menguning, tetapi saat musim kering tanahnya akan pecah-pecah, sangat panas dan tidak bisa ditumbuhi tanaman apapun.
Selain padi yang merupakan tanaman utama di sawah, ada beberapa jenis tanaman yang juga ditanam di sawah sebagai panenan tambahan di tahun itu. Di antaranya beberapa jenis kacang, pohon kapas, terung, ketimun dan lain-lain. Tanaman tambahan ini masa matangnya sama dengan padi dan hanya bisa dipanen sekali setahun; hanya tumbuh di sawah yang sistem pengairannya baik dan tidak ada genangan air permanen. Jenis tanaman tambahan terpenting, yaitu gude, kacang penden, kacang china, kacang hijau, kedelai, jagung, jagung india, jagung chantel, jawawut, jali, wijen, jarak atau palma christi, terong, dan kentang jawa.
Tanah tegal yang terletak di dataran tinggi diolah dengan teknik penanaman tertentu dan hasilnya sama baiknya dengan panen di sawah. Bersamaan dengan ditanamnya bibit padi, juga ditanam pula bibit sayuran dengan waktu kematangan yang berbeda-beda, terutama setelah panen padi selesai. Pohon yang paling banyak ditanam adalah kapas. Di beberapa lahan banyak tumbuh pohon kapas tanpa perlu ditanam secara khusus. Selain itu, ada beberapa jenis sayuran dan pohon lain yang tumbuhnya tidak mengganggu padi. Tidak kurang dari 6-8 jenis sayuran bisa ditanam bersamaan di lahan padi yang sama.
1. Bercocok Tanam Padi
2. Jagung
3. Pohon Aren
4. Pohon Kelapa
5. Tanaman Penghasil Minyak
6. Tebu
7. Kopi
8. Lada
9. Nila
10. Kapas
11. Tembakau
12. Kentang dan Lain-lain
ternyata indigofera/nila/tom/tarum sudah ada di jawa sejak abad 19.
( keterangan nomor 9 )
Di Jawa nila disebut tom, sedangkan di Sunda disebut tarum, yang banyak terdapat di berbagai daerah di pulau ini. Nila yang ada di kebun milik penduduk biasanya lembek dan banyak mengandung air, tetapi yang dipelihara di kebun orang Eropa kualitasnya lebih baik.
Pohon Nila/Tom/Tarum/Indigofera arrecta Hochst. ex A. Rich
Varietas yang kurang baik dinamakan tom menir. Buahnya lebih kecil dan pohonnya lebih cepat berbuah, biasa ditanam setelah musim panen pertama di sawah. Pohonnya tumbuh setinggi 31/2 kaki, kemudian dipotong sebanyak 3-4 kali sampai musim panen padi kembali tiba. Namun, jenis yang superior biasa ditanam di tegal, di atas tanah yang subur dan tidak terganggu oleh tanaman lain,dengan ketinggian mencapai lebih dari 5 kaki, dan buahnya lebih lebat. Biasanya, tanaman ini ditanam di satu bidang tanah yang lebih tinggi di sawah, dan tanamannya bisa berganti-ganti di tiap distrik. Tanaman yang tumbuhnya paling baik di daerah pegunungan ini kemudian dipindahkan ke dataran rendah untuk mencegah kerusakan tanah akibat ditanami pohon yang sama sepanjang tahun. Di provinsi Mataram, dimana tanaman nila ini paling banyak tumbuh, dijual di pasar dalam satu ikatan. Tapi di sekitar Semarang dan di distrik produksinya tidak banyak.
Iklim, tanah dan sistem pertanian yang ada tampaknya mendukung suburnya tanaman ini. Dibawah pengelolaan pabrik yang berkualitas, bahan pewarna yang dihasilkan bisa menjadi salah satu produk ekspor andalan di Eropa. Periode istirahat dan pembersihan lahan yang dikenal dalam pertanian dan pabrik di Bengali tidak dikenal di Jawa, yang tampaknya dapat memproduksi jenis tanaman ini sepanjang tahun. Hanya pada waktu-waktu khusus yang baik untuk memanennya. Tanahnya memiliki kualitas yang baik dan tersedia sumber air yang mencukupi, tidak seperti di tempat lain.
Bahan pewarna (biru nila) disiapkan penduduk dalam bentuk cairan, dengan cara memeras daunnya bersama dengan sejumlah jeruk nipis, dan hasilnya akan menjadi bahan pewarna utama di negeri ini. Selain untuk konsumsi dalam negeri, juga diekspor ke beberapa negara tetangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar